Salam Budaya

"Menulis Sampai Habis"

Sabtu, 25 Juli 2009

Perempuan Berbungkus Kata-Kata


Kau lahirkan bangunan kata setiap kita bercengkrama. Kau menertawaiku biasa saja. Tidakkah kau sadari dirimu tak lebih perempuan yang berbungkus kata-kata. Memang (mungkin) lebih biasa dari diriku, “Ssstt..jangan pernah menaikkan tensi karena kalimatku ini,” karena kita mungkin sama saja. Berharap bangunan itu jadi sarang sendiri nantinya.

Dan kau memahami bangunan itu belum tentu kuat. Karena dibungkus balutan abjad liar rapuh yang kau dapat dalam keranjang sisa. Kita memang mampu melindungi diri. Tapi itu hanya sementara waktu. Setelah itu apakah perlu kita susun lagi rencana membuat bangunan baru. Hendaknya saat ini kita membangun kembali semua. Dengan materi yang pantas agar tak jadi bangunan basi. Hingga pantas kita tempati kembali.

Balikpapan 11 Mei 2009
18:38 PM
Hilang


Sekilas aku memang telah berkhianat terhadap hati sendiri. Menerabas batas luas membiarkanmu pergi mencari ruang jingga yang kau butuhkan. Tidak kau lihat disini masih berserakan semua. Perabotan masih berbalut sisa tadi malam. Sehabis melontarkan kata kau pergi. Meninggalkan sensasi tinggi yang membuat mati. Dan sepantasnya kau selesaikan dulu biar tak jadi amarah merah. Dan seharusnya kita tak kehilangan kata. Semestinya.


Balikpapan 11 Mei 2009
17:37 PM
Suatu Malam Basah
: sobat


Seorang teman lama bertandang di suatu malam basah. Beberapa kata yang keluar dari diri menyambutnya. Mempersilahkan ia duduk lalu membuatkan segelas kopi panas. Kita mengenang sebuah sungai kecil dibelakang rumah. Tempat kita mengail selepas sekolah. Mendapatkan ikan lalu membakarnya dengan salah satu puisimu.

Selayaknya kini jadi kenangan dalam memori bersahaja. Tawa, canda atau mungkin puisi itu kita hasilkan dalam waktu ribuan jam. Kini kau bicara sebuah kematangan. Dan yang perlu kau ketahui setiap orang punya pemaknaan yang berbeda tentang semua hal. Jangan kau samakan tempat ini dengan tempat kita mengail dulu. Karena sungguh amat jauh berbeda.
Hujan masih juga basah. Membasahi mulutmu hingga basahnya meluap kemana-mana. Jangan kau basahi hal yang masih ingin kering. Kau cukup membasahi pikiranku saja. Dan itu sudah cukup, karena bicaramu hanya berputar-putar. Dan itu semua tenggelam dalam pembicaraan gerak yang tertahan. Semua jadi mimpi yang sia-sia karena semua tak diawali.


Balikpapan 7 Mei 2009
02:49 AM

Teh Tawar Aroma Rindu

Teh Tawar Aroma Rindu
: Reinha


Teh tawar aroma melati. Ambil gelas dan tuang teh aroma melati. Tanpa gula. Seduh dengan air sepanas hatimu yang rindu itu. Jangan marah karena meminta kau cepat menghabiskannya. Sisakan saja ampasnya karena mungkin berguna. Aku akan menyeduh kembali lalu meminumnya. Kuharap masih dengan rasa yang sama.

Panas rindumu yang mendidih itu mungkin saja sudah mengental lama. Walau keharumannya hanya menimbulkan haru. Beri saja pemanis agar sempurna kau hidangkan. Dan ingatlah pertemuan-pertemuan lalu dimana kita menanam ucapan yang jadi beberapa puisi. Nikmatilah hasilnya dengan kearifan bijaksana.

Jika mau, kau bisa membacanya kembali. Setiap bait yang yang tersusun rapi itu. Kini jadi potongan kata tak bermakna bagimu. Hanya jadi kenangan hari-hari penuh sangsi. Kau tak melihat balutan situs di ruang tunggu. Yang mematangkan diri dengan kekosongan-kekosongan sepi.

Kita menafsirkan berbeda tentang kekosongan-kekosongan sepi itu. “Atau memang pemaknaan kita berbeda dalam semua hal?”. Semua itu bukan gumaman dongeng untuk diri sendiri. Tapi sebuah cerita nyata yang masih dalam kertas maya. Dan kini seolah-olah rindu itu memanasi aku untuk segera menyiapkan diri. Untuk segera terkena panasnya.


Balikpapan 1 Mei 200914:30 PM